Detail Berita

Sepanjang 2016, Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya mendeteksi ada ribuan akun media sosial dan media online yang menyebarkan informasi hoax, provokasi hingga SARA. Dari angka tersebut, ada 300-an di antaranya yang telah diblokir.Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Wahyu Hadiningrat mengatakan, pihaknya terus melakukan upaya patroli siber (cyber patrol) untuk menelusuri akun-akun tersebut."Untuk pelaku-pelaku yang dimaksud, tindakan-tindakan melakukan hoax dan sebagainya, kita bahkan--ratusan kita sudah proses--kita identifikasi, yang sekarang masih berproses," ujar Wahyu kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (30/12/2016).

Wahyu mengatakan, mayoritas akun-akun medsos yang menyebarkan berita hoax, provokasi dan SARA itu adalah akun anonim. Meski begitu, pihaknya sejauh ini belum menemukan indikasi adanya akun yang terorganisir. "Belum sampai ke sana kita, kita masih (menyelidiki) siapa yang melakukan, pribadi itu yang kita proses," imbuh Wahyu. Namun ia tidak menepis bahwa dari sekian banyak akun anonim tersebut, administratornya masih pelaku yang sama. "Ada beberapa yang kemarin sudah kita rilis bahkan sudah kita rilis perkara yang itu," cetusnya.Perkembangan media sosial yang ada, lanjut Wahyu, menjadi salah satu faktor penyebab semakin banyak penyebaran berita hoax atau pun yang bersifat provokatif dan berbau SARA. "Ya memang kita semua bisa lihat kan kondisinya, trennya seperti itu. Sehingga kita lakukan itu yang namanya cyber patrol, di samping, ada laporan dari masyarakat," terang dia.

Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Gomgom Pasaribu menjelaskan, ada 300-an akun yang sudah diblokir terkait konten penyebaran informasi hoax, isu SARA dan provokasi. "Prinsipnya kita ajukan permintaan blokir ke Kemenkominfo atau penyedia jasa layanan web terkait. Kita ajukan blokir karena terkait kontennya, jadi ada juga yang sudah dibuka, setelah konten yang dianggap melanggar UU dihapus," sambung dia. "Kemudian akun-akun robot atau bot account yang bersifat provokatif juga kita ajukan blokir. Dan pemblokiran ada pada penyedia jasa webnya atau penyedia jasa jaringan internetnya," lanjut Roberto.

Motif Ekonomi dan Politik

Roberto menambahkan, 300-an akun medsos dan media online tersebut, selain di Jakarta, keberadaannya ada yang di kota-kota lain maupun di luar negeri. Motif penyebaran hoax maupun provokasi dari akun tersebut pun beragam. "Oh ya kalau itu bicara motif. Ada yang motifnya politik, ada yang motifnya ekonomi. Kalau motif ekonomi, dia bagaimana semakin sering dikunjungi halaman, masuk page mereka itu menambah keuntungan secara ekonomis bagi mereka," terang mantan penyidik Cyber Crime Bareskrim Polri ini. Namun, untuk mengungkap berapa jumlah akun yang memiliki motif untuk ekonomi tersebut, diakui Roberto bukan hal yang mudah. Penyidikan perkara cyber membutuhkan keterangan ahli untuk membuktikannya. "Iya ini sedang dalam proses, sedang kita pisahkan, kan harus ada keterangan ahli. Keterangan saksi ahli bahasa, ahli ITE dan kemudian kita juga harus cari proses anonim tersebut untuk diubah menjadi fakta secara hukum," lanjut dia.

Cyber war di linimasa media sosial selama menjelang Pilkada DKI, sangat rentan terjadi. Namun, menurut Roberto, yang terjadi justru sebaliknya. "Mulai menurun sekarang. Penindakan itu ada dua, represif secara hukum, kemudian kita mengambil kewenangan sendiri, melakukan blokir," imbuh dia. Jika sebelum-sebelumnya pelaporan mengenai akun hoax itu mencapai puluhan laporan setiap harinya, menjelang gelaran Pilkada DKI, menurutnya, justru mengalami penurunan. "Sekarang sudah mulai kelihatan menurun sekitar 10-12, menurun. Sehari, dulu bisa 20-30, sekarang hanya sekitar 5-10 laporan, itu akun baru yang kita telusuri. Sekarang kita pantau semua," cetusnya.

Sumber : https://www.kominfo.go.id/content/detail/8640/selama-2016-300-akun-medsos-penyebar-hoax-diblokir-polisi/0/sorotan_media